Bedah Editorial MI - Kelas Menengah Kian Terdesak

Описание к видео Bedah Editorial MI - Kelas Menengah Kian Terdesak

MetroTV, SUDAH bolak balik jatuh, masih tertimpa tangga. Pelesetan dari perumpamaan itu kiranya sangat pas menggambarkan nasib kelas menengah di Indonesia saat ini. Mereka harus bolak balik terpukul karena tidak bisa keluar dari siklus menghadapi musibah dan tantangan perekonomian.

Ekonom senior sekaligus Menteri Keuangan periode 2013-2014 Chatib Basri pernah mengingatkan pemerintah untuk menaruh perhatian kepada kelompok masyarakat menengah. Pasalnya, pengambil kebijakan cenderung fokus mempertahankan daya beli masyarakat kelas bawah dan seolah mengabaikan masyarakat kelas menengah.

Kelompok warga ini bisa merasakan keriangan dan kepusingan secara bersamaan di kala menerima gaji bulanan mereka. Di satu sisi, dapat menarik napas karena mendapatkan upah hasil bekerja selama sebulan. Di sisi lain, mereka harus menghela napas karena mesti menyalurkan upah tersebut ke beragam kebutuhan yang besarannya kerap kali lebih besar daripada yang didapat.

Padahal, biaya kebutuhan utama seperti pangan, saat ini masih merangkak naik, sebagaimana kecenderungan yang selalu terjadi jelang hari raya. Biaya hidup rutin seperti cicilan juga bukannya menurun. Belum lagi rencana penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% ke 12% yang jelas akan semakin memberatkan hidup.

Meski mungkin tidak paham mengenai inflasi maupun beragam indeks perekonomian, masyarakat kelas menengah setiap hari harus menghadapi dan bergelut menghadapinya. Warga kelas menengah pun tidak punya pilihan selain makan tabungan alias mantab serta mengurangi belanja. Mereka terpaksa menguras tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari lantaran pendapatan tidak sepadan dengan kenaikan harga barang konsumsi.

Hal itu antara lain menjadi gambaran dari laporan Analisis Uang Beredar yang dirilis Bank Indonesia (BI) mengenai pertumbuhan kredit konsumsi yang melambat dari 9,4% pada 2022 menjadi 8,9% pada 2023. Di atas kertas, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai sekitar 5% pada 2023 dengan inflasi di 2,61%. Angka pertumbuhan ekonomi itu pada 2024 diproyeksikan naik menjadi 5,2% dengan target inflasi diturunkan menjadi 2,5% plus minus 1%.

Akan tetapi, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat konsumsi masyarakat sepanjang 2023 sebesar 4,82% alias turun ketimbang tahun sebelumnya yang mencapai 4,94%. Bahkan, BPS mendapati penurunan itu terutama terjadi di konsumsi masyarakat menengah atas. Hal itu ditunjukkan antara lain lewat berkurangnya penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) barang mewah, jumlah penumpang angkutan udara, dan penjualan mobil penumpang.

Apapun dalihnya, penurunan tingkat konsumsi pemerintah jelas memperlihatkan kealpaan pemerintah, kalau tidak mau disebut sebagai kegagalan. Karena, secara logika sederhana, pertumbuhan ekonomi rendah lantaran masyarakat menahan diri membelanjakan uang mereka. Masyarakat menahan diri lantaran daya beli mereka yang menurun akibat tingkat inflasi yang tinggi.

Ketidakstabilan harga bahan pokok jelang Hari Raya Idul Fitri menjadi penanda pemerintah seakan tidak memegang kendali atas komoditas pangan sembari mempersalahkan pada dalil hukum pasar. Contoh nyata terjadi di komoditas utama masyarakat Indonesia, yakni beras. Ketika pemerintah sudah jorjoran mengimpor beras, harga beras di masyarakat tetap saja mahal. Bahkan, pada Februari 2024, kenaikan harga beras sempat tertinggi sepanjang sejarah Republik.

Itulah sebabnya banyak pihak yang menyuarakan desakan agar pemerintah untuk membereskan reformasi tata niaga pangan. Musababnya, persoalan tata niaga pangan bukan terletak pada kemampuan, melainkan kemauan untuk menertibkan segelintir pemain pangan di pasar yang kerap dijuluki mafia pangan. Tujuan mereka hanya satu, memburu rente.

Pernyataan itu pun diperkuat dengan kenyataan yang diungkapkan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim yang menyontohkan kenaikan harga daging ayam di pasar lantaran aksi pedagang perantara yang mengambil keuntungan.

Temuan itu tentulah hanya puncak gunung es dari praktik serupa lainnya. Yang pasti, pemerintah sudah mengetahui aksi ambil untung oleh para perantara yang mengakibatkan memberatkan daya beli masyarakat. Akibat praktik ambil untung itu, kelas menengah Republik ini lagi-lagi harus berkutat dengan tantangan, alih-alih mendapat 'tentengan' seusai berbelanja.

#pajak #ekonomi #jokowidodo #KelasMenengahkianTerdesak #editorialmediaindonesia #mediaindonesia
-----------------------------------------------------------------------

Follow juga sosmed kami untuk mendapatkan update informasi terkini!


Website: https://www.metrotvnews.com/
Facebook:   / metrotv  
Instagram:   / metrotv  
Twitter:   / metro_tv  
TikTok:   / metro_tv  
Metro Xtend: https://xtend.metrotvnews.com/

Комментарии

Информация по комментариям в разработке