BAHASA MELAYU DALAM DA'WAH ISLAM
(Pidato Sambutan Buya Prof. Dr. Hamka Dalam Upacara Penganugerahan Doctor Kehormatan dari Universiti Kebangsaan Malaysia yang diselenggarakan di Gedung Parlemen Malaysia tgl. 08 Juni 1974)
Yang Amat Berhormat Cancelor, yang berhormat pro concelor, Menteri-menteri, tuan-tuan yang terutama, def. yang terhormat dan hadirin sekalian.
Assalammu'alaikum Wr. Wbr.
Tak ada kata lain yang dapat saya ucapkan hanyalah setinggi-tinggi terima kasih atas naugerah yang saya terima dari Universiti Kebangsaan . Sebuah Universiti hasil perjuangan negara Malaysia, tetangga karib, serumpun seasal, seadat selembaga, sekebudayaan dengan negara tempat saya dilahirkan Republik Indonesia.
Sebenarnya sejak usia 17 tahun sekitar tahun 1925 saya telah mulai berlatih mengarang dan mulai memberanikan diri meningkatkan kaki ke atas mimbar untuk berkhutbah Jum'at atau berpidato tabligh. Hidup perjuangan dan ajaran ayah saya Almarhum Syekh Abdul Karim Amrullah telah beliau tanamkan dan berangsur tumbuh dalam diri saya. pokok ajaran beliau adalah jiwa yang bebas merdeka, karena tidak ada tempat takut melainkan Allah, dan jangan diambil orang yang tak percaya pada Tuhan (kafir) sebagai pemimpin.
Kemerdekaan jiwa itu tersimpul dalam kalimat "La ilaha-il-la-llah" Tidak ada Tuhan yang patut disembah, yang patut ditakuti melainkan Allah. Dengan itu kita hidup, dengan itu kita mati dan dengan itu pula kita berbangkit kelak kemudian hari.
Itulah dia Tauhid dan itulah dia Islam dan itulah dia kebenaran.
Beliau mengajarkan bahwa kita wajib berjuang atau berjihat menegakkannya selama hayat dikandung badan.
Segala kesanggupan yang ada padamu kata beliau gunakanlah untuk perjuangan itu. baik dengan lisan berpidato atau dengan tulisan mengarang.
Menurut beliau penjajahan adalah puncak dari segala bahaya yang dapat memadamkan roh Tauhid itu. kebodohan dan kejahilan ummat adalah tempat bertapak penjajahan, sebab itu isilah jiwa ummat itu dengan ilmu agama yang sejati yang dapat membebaskan jiwa mereka dari perbudakan yang selain Allah, dengan bahasa yang dapat mereka fahamkan.
Akhirnya kaum penjajah mengetahui ayahku sangat berbahaya bagi kekuasaan mereka, sebab itu beliau pun dibuang dan diasingkan dari tanah tumpah darahnya dan meninggal di tanah Jawa.
Didikan beliau itulah yang mendorong saya untuk menyelidiki agama Islam lebih mendalam, karena dengan kail panjang sejengkal tidaklah laut dapat diduga. Saya dalami mempelajari Bahasa Melayu ini dengan penuh cinta dan saya khususkan perhatian saya pada sejarah Islam di tanah air ini serta perkaitannya dengan bahasa. Rupanya bahasa Melayu telah berkembang dengan baik karena agama Islam.
Bahasa Melayu telah jadi bahasa persatuan, sebelum Pemuda-pemuda Indonesia bersumpah di tahun 1928.
Pulau-pulau yang sekarang bersatumenjadi Republik Indonesia dahulu bernama Gugusan Pulau-pulau Melayu. Karena walaupun disana terdapat berpuluh bahasa suku, sebagai bahasa Jawa, Sunda, Aceh, Batak, Bugis dan lain-lain, namun sejak beratus tahun yang telah lalu, bilamana mereka hendak berhubung, bilamana hendak surat menyurat , mereka mamakai bahasa Melayu. Demikian juga di Semenanjung ini, didiami oleh berbagai kaum baik sebelum penjajahan orang putih datang atau sesudahnya, bahasa perhubungan adalah bahasa Melayu, sehingga negeri ini disebut Semenanjung Tanah Melayu.
Islam mengambil bagian yang amat mustahak dalam perkembangan bahasa ini, karena usaha Alim Ulama dan pengrang-pengarang Islam, Islam telah terhunjam dihati kita dan telah terpahat di jantung kita dan dia tetap hidup dalam bangsa dan bahasa ini.
Jika orang Hindu telah memahat Candi Prambanan untuk menunjukkan bahwa dia pernah berpengaruh di negeri kita dan agama Budha memahat Candi Borobudur di Jawa dan Muara Takus di Sumatera, maka nenek moyang orang Islam telah mamahatkan pula peraturan Islam dengan bahasa Melayu diatas batu bersurat Trenggano. Agama Islam dan bahasa Melayu tidak pernah mati tetapi tetap hidup dan apa yang seperti telah dipahatkan tidaklah dapat dihapuskan lagi.
Sejarah dari batu itu sendiri yang telah bertahun-tahun terinjak-injak dan dilupakan orang kemudian didapatkan orang kembali, adalah qiyas ibarat kita pemeluk agama Islam di kedua tanah airku ini, beratus tahun terinjak-injak dan dilupakan orang, sekarang timbul kembali. kemudian itu berturut-turutlah ulama-ulama dan ahli-ahli pikir Islam dari masa kemasa memakai bahasa Melayu ini untuk mengembangkan dan memperkokoh agama Allah di bumi yang subur ini. Karangan-karangan mereka dijadikan pegangan di seluruh negeri kita, semasa hubungan ke Mekah dan ke Mesir belum selancar sekarang, itulah beliau-beliau Aminuddin Abdur-Rauf bin Ali orang Singkel, Hamzah orang Fansur Barus, Nuruddin Ar-Raniri, Syamsuddin Sumatrani, Abdus Samad orang Palembang, Arsyad orang Banjar, Ahmad Khatib orang Minangkabau, Abdullah Abdul Kadir Munsyi orang Malaka, Raja Ali Haji orang Riau Pulau Penyengat dan lain-lain.
Информация по комментариям в разработке