TARI PRAJURITAN | EBEG KRIYA MANUNGGAL BUDAYA | PASAR KEMIS TNG

Описание к видео TARI PRAJURITAN | EBEG KRIYA MANUNGGAL BUDAYA | PASAR KEMIS TNG

Kesenian Kuda Lumping Kriya Manunggal Budaya (KMB)

Dalam Acara Anniversary ke 7 tahun Kriya Manunggal Budaya.

Lokasi Perum Villa Permata. Pasar Kemis Tangerang Banten.

Minggu. 8 September 2024

#ebegbanyumasan
#kriyamanunggalbudaya
#sahrochannel








   • KRIYA MANUNGGAL BUDAYA (KMB)  









Kesenian Ebeg berkembang di daerah Jawa Tengah khususnya wilayah Banyumas, Purbalingga,Cilacap, dan Kebumen. Kesenian Ebeg termasuk dalam seni tari tradisional yang bercerita tentang ksatria yang berlatih perang (Pangeran Diponegoro). Kesenian ini telah berkembang sejak meletusnya perang diponegoro (de java oorlog, 1925-1930). Pemain ebeg terdiri dari 5 ? 8 personil yang menari dengan diiringi gamelan. Tarian ini sejatinya melambangkan dukungan rakyat terhadap Pangeran Diponegoro dalam melawan imperialisme kolonial Belanda. Pada pementasannya, tari ebeg terdiri dari empat pembabakan (fragmen), yaitu fragmen buto lawas yang dilakukan 2 kali, fragmen senterewe, dan fragmen begon putri. Tarian ebeg tidak memerlukan teknik koreografi yang rumit, tetapi penarinya dituntut untuk bergerak secara selaras dan kompak satu sama lain sesuai ritme alunan musik gamelan. Masyarakat banyak yang mengaitkan kesenian ini dengan hal-hal yang bersifat magis, mengingat dalam salah fragmen tertentu, penari mengalami kerasukan dan hilang akal(trance). Ketika para penari mulai kesurupan (mengalami trance/ mendhem/ wuru), tanpa sadar mereka memakan pecahan kaca, bara api dan benda benda berbahaya lainnya, makan dedaunan yang belum matang, dedhek/ kathul (pakan ternak), kemudian mengupas serabut kelapa dengan gigi, memakan), serta bertingkah sepeti monyet, ular, dll . Hal ini sebagai simbol kakuatannya Satria. Simbol ksatria lainnya juga dilambangkan dengan menunggangi kuda kepang yang menggambarkan kegagahan prajurit berkuda. Pertunjukan ebeg biasanya dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul dan cepet (makhluk imajiner). Kesenian ini pada dasarnya membawa pesan yang baik yaitu tentang imbauan kepada manusia agar senantiasa melakukan kebaikan dan ingat kepada Sang Pencipta. Kesenian ebeg mulai dipentaskan setelah waktu duhur atau sekitar pukul 13.00 hingga pukul 15.00. Tarian ini dipentaskan di tempat yang lapang dan terbuka. Peralatan yang penunjang kesenian ini antara lain Gendhing pengiring, terdiri dari kendang, saron, kenong, gong, dan terompet. Selain itu, instrumen yang digunakan penari antara lain kostum dan kuda yang terbuat dari bambu (ebeg). Sesaji (uba rampe) yang disediakan untuk pertunjukan ini antara lain bunga-bungaan, pisang, kelapa muda (degan), jajanan pasar, dll. Lagu yang dimainkan untuk mengiringi kesenian ebeg ini merupakan lagu-lagu Banyumasan (berlogat khas ngapak) seperti ricik-ricik, Tole-Tole, Waru Doyong, sekar gadung gudril, blendrong, lung gadung, cebonan, dll. Penari ebeg tersusun berdasarkan formasi 1 orang sebagai penthul-tembem (pemimpin atau dalang) dan 7 orang sebagai pemain gamelan (niyaga). Penthul-tembem (pemimpin) memiliki tanda khusus yaitu memakai topeng. Selain penari, dalam kesenian ini juga terdapat Penimbun atau orang yang menyembuhkan sekaligus membuang roh ghaib dari tubuh para penari. Panimbun beraksi untuk menyembuhkan pemain yang mengalami kesurupan (trance) pada fragmen terakhir. Penimbun/ penimbul merupakan tokoh masyarakat setempat yang ahli dalam menyembuhkan gangguan roh-roh halus. Para penari mengalami kesurupan sebagai efek yang ditimbulkan akibat pembakaran kemenyan yang menjadi syarat pementasan untuk persembahan kepada para arwah maupun penguasa makhluk halus disekitar.

Комментарии

Информация по комментариям в разработке