OM SWASTYASTU
SALAM RAHAYU RAHAYU RAHAYU
Pura Tawangalun di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur menjadi pusat spiritual bagi umat Hindu, selain Pura Blambangan. Pada tahun 1994, pura ini pernah digempur gelombang tsunami, meski tembok panyengker hingga candi bentar hancur, namun Padmasana di pura ini masih kokoh berdiri.
BANYUWANGI, BALI EXPRESS- Secara administrasi, Pura Tawangalun terletak di Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi. Posisinya persis di tepi pantai Pulau Merah. Kawasan ini juga termasuk destinasi wisata.
Jaraknya sekitar 70 kilometer dari pusat Kota Banyuwangi ke arah selatan. Waktu tempuhnya hampir 2 jam. Akses jalan menuju pura Tawangalun tergolong bagus. Bisa dijangkau dengan berbagai moda transportasi. Sepanjang perjalanan menuju pura ini, jalan sudah rabat beton. Perkebunan buah naga juga menjadi pemandangan menarik sepanjang perjalanan ini.
-
PALINGGIH RORO KIDUL : Palinggih Kanjeng Ratu Roro Kidul merupakan salah satu palinggih di Pura Tawangalun.Putu Mardika/Bali Express
Saat tiba di pura, Bali Express (Jawa Pos Group) yang tangkil ke pura tersebut, belum lama ini, disambut ramah oleh Romo Mangku Suyono. Pria berusia 65 tahun ini sudah 10 tahun ngayah di Pura Tawangalun. Namun, sejak muda dirinya sudah ikut berpartisipasi membangun pura yang kini jumlah pangempon terdiri dari umat Hindu di dua kecamatan, yakni Kecamatan Siliragung dan Pesanggaran.
Seperti pura pada umumnya, Pura Tawangalun memiliki konsep tri mandala, yakni nista mandala, madya mandala dan utama mandala. Pada areal utama mandala terdapat sejumlah palinggih. Seperti Palinggih Padmasana, Palinggih Kanjeng Ratu Roro Kidul, Palinggih Manik Maketel dan Pelinggih Baruna.
“Palinggih Kanjeng Ratu Roro Kidul yang berwarna serba hijau ini ada karena posisi pura berada di tepi pantai selatan. Kami meyakini jika Kanjeng Ratu merupakan penguasa pantai laut selatan Jawa,” katanya.
Di areal ini juga terdapat bangunan yang menyerupai wantilan. Dua pohon beringin besar juga terdapat di bagian utama mandala ini. Pohon beringin ini lah yang kian membuat suasana semakin sejuk saat melakukan persembahyangan.
Sedangkan pada areal madya mandala terdapat Bale Kulkul dan Bale Gong. Kemudian pada areal nista mandala terdapat areal parkir kendaraan khusus pamedek.
Romo Mangku Suyono menceritakan bahwa keberadaan Pura Tawangalun memiliki sejarah panjang hingga menjadi seperti sekarang ini. Kata dia, sekitar tahun 1982-1983, umat Hindu di Kecamatan Pesanggaran sebelum memiliki pura kerap melasti di Pantai Pulau Merah.
Kemudian pada tahun 1984, ada seorang dermawan bernama Komang Utamanaya. Ia merupakan seorang camat yang berasal dari Kabupaten Jembrana. Utamanaya kemudian madana punia lahan seluas 12,5 are ke Parisada untuk membangun Pura Tawangalun. “Tanah ini lah yang sekarang menjadi areal utama mandala Pura Tawangalun,” tuturnya.
Setelah memiliki lahan, akhirnya pada tahun 1984 secara bertahap pura ini dibangun, meskipun masih sangat sederhana. Pada saat itu, hanya ada Palinggih Padmasana dan tembok panyengker maupun candi bentar. Sayang, sepuluh tahun berselang, tepatnya pada 3 Juli 1994 dini hari, pura ini luluh lantak disapu tsunami.
Kejadian itu mengakibatkan bangunan pura hancur. Namun, uniknya Palinggih Padmasana masih berdiri kokoh. Pasca-tsunami itu, kabar rusaknya Pura Tawangalun menggugah hati para donatur untuk kembali memperbaiki. Proses perbaikan dilakukan pada tahun 1995 dengan dukungan punia dari umat Hindu.
Selain diperbaiki, areal Pura Tawangalun juga kian diperluas. Punia itu datang dari seorang notaris asal Kreneng, Bali Bernama Bagus Alit. Ia mendonasikan lahan seluas 25 are untuk perluasan pura. “Sekarang karena terus berkembang, areal ini total pura ini mencapai setengah hektare,” imbuhnya.
Proses pembangunan pura pasca-tsunami ini juga melibatkan arsitek dari Bali, termasuk gambar pura dan desainnya berasal dari Bali. Sedangkan bahan baku dan tukang bangunannya digarap dari umat Hindu di kawasan itu.
Disinggung terkait arti kata Tawangalun, Romo Mangku menyebut bahwa kata Tawang yang artinya langit, bapa, akasa. Sedangkan kata Alun berarti ombak di bumi yang juga melambangkan seorang ibu. Jadi kata Tawang Alun adalah lambang kehidupan.
Penggunaan kata Tawangalun juga erat hubungannya dengan Pangeran Tawangalun Raja Blambangan yang diyakini berdarah Bali-Jawa. Raja Tawangalun memerintah sejak tahun 1652-1691. “Raja Tawangalun sampai akhirnya beliau mangkat (meninggal) tetap setia menganut Hindu. Ketekunan beliau dalam menjalankan Yoga Semadhi inilah diyakini mampu mensejahterakan rakyatnya,” paparnya.
Информация по комментариям в разработке