CHINA MENJADI DALANG DARI RUNTUHNYA PETRODOLLAR

Pada pertengahan tahun 2024, dunia menyaksikan sebuah pergeseran geopolitik yang signifikan: Arab Saudi mengumumkan pemutusan hubungan dengan petrodollar, yaitu sistem di mana perdagangan minyak dunia dilakukan dengan menggunakan dolar AS. Di balik langkah strategis ini, China muncul sebagai kekuatan pendorong utama, memanfaatkan pengaruh ekonominya yang semakin kuat serta hubungan bilateral yang semakin erat dengan Arab Saudi.

China telah lama berambisi untuk mengurangi dominasi dolar AS dalam perdagangan global dan memperkuat posisi yuan sebagai mata uang internasional. Dengan menjadi konsumen terbesar minyak mentah di dunia, China memiliki leverage yang cukup untuk mendorong perubahan dalam mekanisme perdagangan minyak. Selama beberapa tahun terakhir, China telah memperdalam hubungan ekonomi dan politik dengan negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah, termasuk Arab Saudi.

Arab Saudi, sebagai salah satu eksportir minyak terbesar di dunia, telah mengalami tekanan ekonomi akibat fluktuasi harga minyak dan ketegangan geopolitik. Melihat peluang dalam hubungan yang lebih erat dengan China, Saudi mulai mempertimbangkan diversifikasi ekonomi dan keuangan mereka. Melalui proyek-proyek infrastruktur besar dan investasi langsung, China menawarkan dukungan finansial dan teknologi yang signifikan kepada Arab Saudi. Hal ini menciptakan dasar bagi Saudi untuk mempertimbangkan alternatif selain petrodollar.

Keputusan Arab Saudi untuk mulai menerima yuan dalam transaksi minyak bukanlah sesuatu yang terjadi dalam semalam. Ini adalah hasil dari diplomasi yang cermat dan kesepakatan strategis antara Riyadh dan Beijing. China telah mempromosikan penggunaan yuan dalam perdagangan internasional melalui skema Belt and Road Initiative (BRI) dan mendirikan bank-bank clearing yuan di berbagai negara. Dalam konteks ini, Arab Saudi melihat manfaat jangka panjang dari kerjasama dengan China, baik dari segi stabilitas ekonomi maupun pengaruh geopolitik.

Dengan menerima pembayaran dalam yuan, Arab Saudi tidak hanya mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS tetapi juga memperkuat cadangan mata uang asing mereka dalam bentuk yuan. Ini membantu menciptakan lebih banyak fleksibilitas ekonomi bagi Saudi dalam menghadapi fluktuasi pasar global. Selain itu, langkah ini juga memperkuat posisi China sebagai pemain utama dalam ekonomi global, menunjukkan kemampuan mereka untuk mempengaruhi arus perdagangan internasional.

Keputusan ini memiliki implikasi luas bagi ekonomi global. Dominasi dolar AS dalam perdagangan minyak telah menjadi pilar penting bagi kekuatan ekonomi Amerika Serikat. Peralihan ini menandai awal dari perubahan yang mungkin lebih besar dalam sistem keuangan global, mengurangi monopoli dolar dan memberikan ruang bagi mata uang lain, terutama yuan, untuk memainkan peran yang lebih penting.

Dalam narasi yang lebih luas, langkah ini mencerminkan perubahan kekuatan global dari Barat ke Timur. China, dengan ekonominya yang terus tumbuh dan kebijakan luar negeri yang agresif, berhasil memanfaatkan kelemahan dan kebutuhan mitra-mitranya untuk memperkuat posisinya. Arab Saudi, di sisi lain, melihat peluang untuk diversifikasi ekonomi dan pengaruh politik yang lebih besar melalui hubungan yang lebih erat dengan kekuatan ekonomi baru seperti China.

Secara keseluruhan, pemutusan petrodollar oleh Arab Saudi dengan dukungan China merupakan langkah strategis yang mencerminkan perubahan dinamika ekonomi dan geopolitik global. Dengan semakin terjalinnya kerjasama antara kedua negara ini, dunia mungkin akan melihat lebih banyak pergeseran dalam sistem keuangan internasional yang selama ini didominasi oleh dolar AS. Ini bukan hanya kemenangan bagi China dan Arab Saudi, tetapi juga sinyal bagi negara-negara lain tentang kemungkinan baru dalam perdagangan global dan ekonomi internasional di era multipolar ini.

Jangan lupa like komen dan subscribenya untuk membantu channel ini terus berkembang ke depan nya.