Begini Strategi PKI di Sumbar Semuanya Ambyar
Begini strategi PKI di Sumbar jelang kudeta G30S, tapi kemudian semuanya ambyar. Dikutip dari buku, "Kronik 65: Catatan Hari Per Hari Peristiwa G30S Sebelum Hingga Setelahnya (1963-1971)," yang disusun Kuncoro Hadi dan kawan-kawan, pada 16 September 1965, digelar sejumlah pertemuan untuk persiapan menyokong Dewan Revolusi di Sumatera Barat (Sumbar).
Pertemuan itu dihadiri oleh Baharuddin Hanafi, Djajusman, Suripno, Letkol Sukirno Komandan Depo Pendidikan atau Dan Dodik X Padang, Letkol Bainal Kepala Staf Markas Daerah Pertahanan Sipil atau Kas Mada Hansip Sumatera Barat.
Dilaporkan sebelumnya Djajusman sudah menghubungi Peltu Suhanto Pejabat sementara Komandan Kompi atau Danki Raider Batusangkar.dan Zainal Datuk Pancah petugas biro penghubung Sumatera Barat supaya pada saatnya bisa mengerahkan pasukan ke Padang dalam rangka menyerang Yon 130 yang merupakan pendukung Dewan Jenderal.
Selain itu, Djajusman juga menghubungi Letda Corps Polisi Militer (CPM) Atta Soedjana untuk menyelidiki keadaan Radio Republik Indonesia (RRI). Dalam rapat ini dibentuk Grup Komando dengan susunan Baharuddin Hanafi, Djajusman, Letkol Sukirno, Letkol Zainal, dan Mayor Johan Rivai. Tugas Grup Komando adalah memimpin gerakan militer. Ada pun kesatuan-kesatuan yang akan dikerahkan adalah Yon 132 di Batusangkar/2 kompi, Raider di Batusangkar/1 kompi, dan Sukarelawan.
Juga disusun rencana pasukan mana saja yang akan menduduki tempat-tempat vital. Kompi Raider dipersiapkan untuk menguasai Skodam III dan RRI Padang. Sementara Kompi Yon 132 dipersiapkan menguasai Kodim dan kantor Telkom.
Kemudian sisa pasukan menutup jalan dari atau ke kompleks tersebut. Kolonel Sumedi, Letkol Bainal, Letkol Sukirno, Mayor Johan Rivai, dan diperkuat komandan-komandan pasukan akan menghadap Panglima, Brigjend Panoejoe, dengan tujuan agar Panglima membantu Dewan Revolusi. Apabila ia menolak, harus diusahakan minimal bersikap pasif, demikian juga kepada stafnya, Kolonel Poniman.
Sedangkan pejabat lain seperti Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) akan ditipu dengan pura-pura dipanggil Panglima Daerah Militer (Pangdam).
Sementara itu, mengutip buku,"Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia, Latar Belakang, Aksi, dan Penumpasannya,"yang disusun Sekretariat Negara Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1965 setelah mereka mendengar pengumuman Letkol Untung Syamsuri lewat siaran RRI Jakarta, Baharudin Hanafi memimpin pertemuan. Keputusan pun diambil dalam pertemuan itu. Pertama, pada tanggal 2 Oktober akan dicetuskan gerakan di Sumatra Barat. Kedua, Kolonel Sumedi ditugasi mengumumkan dukungannya terhadap Dewan Revolusi. Kalau tidak ada, namanya akan dicantumkan dan pasukan Yon 132 dan Kompi Raiders Batusangkar menunggu di Lubuk Alung.
Tapi rencana gerakan tersebut gagal dilaksanakan sesudah mereka mendengar pengumuman bahwa Jenderal Soeharto berhasil menguasai keadaan. Para pimpinan pasukan ragu-ragu dan takut menggerakkan pasukannya. Sedangkan pimpinan PKI masing-masing berusaha untuk menyelamatkan diri.
Di Riau rencana gerakan juga tidak dapat dilaksanakan karena gagalnya Gerakan 30 September di Jakarta. Abduliah Alihami dan Soetjipto serta tokoh-tokoh PKI lainnya kemudian melarikan diri. Dalam pelarian dan persembunyiannya Abdullah Alihami tetap berusaha untuk merongrong pemerintah dengan berbagai usaha dan kegiatan. Akan tetapi, tidak satu pun dari semua rencana gerakan itu terlaksana hingga ia tertangkap beserta tokoh-tokoh lainnya pada tanggal 27 Oktober 1967.
Sementara di Sumatera Utara, menurut perkiraan PKI akan tersedia sejumlah kekuatan militer untuk mendukung gerakan dan PKI sendiri telah menyiapkan Pemuda Rakyat dan massa PKI di beberapa daerah, antara lain di Medan, Deli Serdang, Langkat, dan Simalungun.
Dalam rapat gerakan ditetapkan bahwa Tanah Karo, Dairi, Langkat, dan Labuhan Batu akan menjadi daerah pemunduran, jika keadaan memaksa. Hari-H dan Jam-j dimulainya gerakan akan ditentukan dari Jakarta dan tanggal 5 Oktober 1965 dijadikannya sebagai ancar-ancar.
Komando dari Jakarta akan disampaikan melalui siaran-siaran RRI Jakarta. Ketika Gerakan 30 September dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1965, ternyata PKI dan pendukung-pendukungnya tidak mampu melakukan gerakan yang mereka inginkan, baik di Sumatra Utara pada umumnya maupun di kota Medan pada khususnya.
Dengan demikian, meskipun PKI telah merencanakan gerakan-gerakan di Sumatera Utara, tetapi karena Gerakan 30 September yang dilaksanakan di Jakarta dengan cepat dapat digagalkan, akhirnya tidak satu gerakan pun dapat dilaksanakannya.
Di Bali juga demikian. Pada tanggal 1 Oktober 1965 di Pulau Dewata, Wihadji dan Tamuri Hidayat mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh PKI, antara lain S Sardijono, Pudjo Prasetijo di Denpasar, serta beberapa orang perwira pertama TNI Angkatan Darat yang telah dibina oleh PKI.
Информация по комментариям в разработке