Скачать или смотреть Perjuangan 22 tahun,Kang Dedi Mulyadi Mempopulerkan kembali "iket sunda"

Bagi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, iket Sunda atau totopong bukan sekadar penutup kepala. Iket adalah simbol karakter: tanda fokus pikiran, kekuatan tekad, dan dedikasi dalam melaksanakan sesuatu.

Namun, perjalanan beliau untuk mempopulerkan kembali pemakaian iket tidaklah mudah.
Kang Dedi bercerita:

“Saya ingin bercerita, bukan curhat, hanya sekadar berbagi. Dulu, ketika pertama kali saya memakai iket, saya dianggap gila oleh banyak orang. Bahkan banyak orang Sunda sendiri enggan mengaku sebagai orang Sunda, karena takut dianggap syirik. Tetapi sejak 2003, saya mantap memakai iket, dengan keyakinan penuh pada jati diri Sunda.”

Kesetiaan itu dibuktikan sejak ia menjabat Wakil Bupati Purwakarta pada tahun 2003. Dalam sebuah foto dokumentasi, Kang Dedi terlihat menghadiri acara HMI Cabang Purwakarta dengan iket Sunda terikat di kepalanya. Meski sempat diusir dari berbagai undangan resmi karena sikapnya, ia tetap teguh pada pendirian.

Dua puluh dua tahun kemudian, keteguhan itu membuahkan hasil. Iket Sunda kini tidak lagi dipandang sebelah mata. Justru dihargai, bahkan dijadikan ikon budaya. Totopong atau iket—kain sederhana yang diikat dengan simpul khas—telah menjadi simbol keajegan berpikir, keberanian, dan kebanggaan orang Sunda.

Bagi orang Sunda, iket melambangkan pikiran yang tidak liar, melainkan terikat oleh etika dan norma. Namun bukan berarti berhenti berpikir. Sebaliknya, iket adalah simbol berpikir logis, merdeka, dan tetap berpihak kepada rakyat kecil.

Kang Dedi berkata dengan bangga:

“Hari ini, dunia seolah mengikuti kegilaan saya dulu. Iket Sunda kini dihargai di semua tempat, bahkan menjadi ikon yang mampu menarik perhatian lintas zaman.”

Bagi Kang Dedi, memakai iket bukan sekadar tradisi, melainkan cara menjaga jati diri. Sebuah pesan sederhana namun dalam:

Jadi Sunda berarti hidup dengan etika, jernih berpikir, dan berani berdiri untuk rakyat kecil.#dedimulyadi #kdm