Parausorat Parbincar ni Mataniari Hakaristenon di Tano Batak

Описание к видео Parausorat Parbincar ni Mataniari Hakaristenon di Tano Batak

VIDIO INI DIPERSEMBAHKAN PADA ACARA KUNJUNGAN KASIH PIMPINAN GEREJA-GEREJA KN-LWF INDONESIA

Sipirok Ibukota Tapanuli Selatan terletak di Lembah Pengunungan Bukit Barisan tepatnya di kaki bukit Sibualbuali.
Dikenal dengan sebutan “Sipirok na soli Banua na sonang”, yang berarti kesalehan masyarakat dalam hidup sehari-hari dan hidup penuh kerukunan serta toleransi.

Masyarakat Sipirok mempunyai prinsip Dalihan na tolu : elek maranak boru, hormat mar mora, manat markahanggi. Sistem kekerabatan adat Angkola ini sangat kuat dalam kehidupan keseharian masyarakatnya.

Secara geografis, Sipirok terkenal dengan keindahannya dengan sajian berbagai kuliner khas Angkola

Sebagai tempat yang subur, masyakat Sipirok terkenal dengan pertanian Kopi sejak zaman penjajahan dan penduduknya adalah petani padi.

Salah satu peninggalan sejarah Injil di kota Sipirok, adalah bangunan Gereja HKBP yang berdiri kokoh dengan arsitektur Belanda. Setelah manjae dari HKBP, pada tanggal 26 Oktober 1975 GKPA mendirikan bangunan Gereja sebagai bukti kemandirian. Dan terdapat beberapa gereja di Sipirok yang hidup berdampingan dengan Masjid sebagai bukti kerukunan dan toleransi.

Parausorat yang berjarak sekitar 8 Km dari Kota Sipirok menjadi tempat Parbincar ni mataniari Hakaristenon di luat Angkola

Kekristenan dimulai sejak Pendeta Gerrit Van Asselt tiba di Sipirok pada tahun 1858. Gerrit Van Asselt adalah Pendeta dari Gereja Ermelo Belanda yang diutus ke Tanah Batak, tiba di Padang 2 Desember 1856 kemudian di tahun 1857 menjadi Opzicther atau Mandor pembangunan jalan dan tinggal di Lumut Tapanuli Tengah. Kemudian di tahun 1858 diangkat menjadi Pegawai Gudang Kopi di Sipirok dan pada tahun yang sama Gereja Ermelo mengirim 3 Missionarisnya ke Sipirok yaitu ; Dammerboer di Huta Imbaru, Van Dallen di Simapil-apil dan Koster di Pargarutan.

Pendeta Gerrit Van Asselt membutuhkan sebidang tanah untuk digunakan membangun Gereja, dan rumah Pendeta. Hal ini menjumpakan Pendeta Gerrit Van Asselt dengan Jarumahot Nasution, dimana Jarumahot Nasution pada akhirnya memberikan sebidang tanah sebagai tempat penyamaian Injil.

Jarumahot Nasution dikenal sebagai Tokoh Pemersatu Beragama karena enam putra-putrinya, tiga orang tetap Muslim dan tiga orang menjadi Kristen dimana salah satu cucunya adalah Pendeta Batak pertama yaitu Pendeta. Petrus Nasution. Walaupun mempunyai keyakinan yang berbeda-beda, keluarga ini tetap hidup rukun dan saling tolong menolong.

Pada tanggal 31 Maret 1861 Pendeta Gerrit Van Asselt membabtis 2 orang Batak yaitu Main Tampubolon dengan nama Babtis Jakobus Tampubolon, dan Pagar Siregar menjadi Simon Siregar.

Seiring dengan perkembangan Injil di Tanah Batak maka, pada tanggal 7 Oktober 1861 empat Misionaris yang terdiri dari dua dari Ermelo yaitu Pendeta Gerrit Van Asselt, Pendeta Friedrich Wilhelm Betz serta dua dari Badan Zending RMG yaitu, Pendeta Carl Wilhelm Heine dan Pendeta Johann Karl Klammer mengadakan Rapat Zending pertama di Parausorat.

Keputusan pada Rapat Zending ini adalah : pertama bahwa usaha Zending Ermelo diserahkan kepada RMG, kedua : pembagian wilayah kerja dimana Pendeta Carl Wilhelm Heine melayani di Silindung, Pendeta Johann Karl Klammer di Sipirok, Pendeta Friedrich Wilhelm Betz di Bungabondar dan Pendeta Gerrit Van Asselt di Pahae, ketiga pendirian Sekolah Topas.
Pada akhir Desember 1862 Dr. I. L. Nommensen tiba di Sipirok dan menjadi Guru di Parausorat, kemudian pada tahun 1864 Nommensen pindah ke Silindung dan membuka stasion di Huta Dame dan dari Stasion inilah Nommensen mengembangkan Injil keseluruh Silindung dan Toba.

Buah dari Penginjilan melahirkan Pendeta Batak pertama yaitu Petrus Nasution yang dimakamkan di Padang Matinggi, Markus Siregar dimakamkan di Batu Horpak dan Simon Siregar dimakamkan di Muara (Toba).

Sebagai rasa tanggung jawab atas anugerah Tuhan, maka GKPA di tahun 2011 pada waktu Perayaan Peringatan 150 Tahun Injil mencanangkan Parausorat menjadi Pusat Wisata : Kerukunan, Budaya, dan Iman.

Sebagai bukti keseriusan GKPA, di tanah Zending seluas 1,2 Hektar telah dibangun Monument Peringatan dan Rumah Singgah. Dan tahun ini GKPA melalui Panitia Parausorat Center telah meneruskan dengan mempersiapkan lahan dan desain.

Dengan semangat Unggul melayani dalam kebersamaan dan diikat oleh tema LWF “One Body, One Hope and One Spirit”, GKPA mengajak seluruh gereja-gereja untuk bersama-sama mewujudkannya.

Parausorat adalah milik bersama.¬

Комментарии

Информация по комментариям в разработке