Setelah mendengar kabar kekalahan pasukannya, Sang Ratu Buaya diliputi amarah yang membara. Ia memutuskan untuk turun tangan sendiri, dengan niat kuat merebut bayi yang dijaga oleh dua pengawal setia Nyi Roro Kidul. Menyusun siasat, ia menyamar sebagai wanita tua dan mendatangi rumah seorang juragan, tempat bayi itu bermain wayang dengan riang. Namun, begitu ia mendekati bayi yang menjadi incarannya, dua pengawal Nyi Roro Kidul segera muncul, siap siaga melindungi. Pertarungan sengit pun tak terelakkan, hingga udara dipenuhi ketegangan saat Nyi Roro Kidul sendiri hadir menampakkan diri.
Kehadiran Nyi Roro Kidul membuat Sang Ratu Buaya gentar. Meski ambisinya membara untuk merebut bayi itu, ia tetap menyampaikan hormat kepada sang penguasa laut selatan. Dengan cerdik, ia mengajukan tawaran penuh tipu muslihat: membiarkan bayi itu memilih kepada siapa ia akan tinggal. Setelah menyampaikan siasatnya, Sang Ratu Buaya melangkah pergi, meninggalkan senyum licik di wajahnya.
Sementara itu, di istana Tumenggung, ancaman lain menggantung. Seekor burung raksasa bernama Wulung Ireng terus menghantui wilayah mereka. Sang Tumenggung mengatur pasukan untuk menunggu saat yang tepat, yakni ketika burung itu terbang rendah dalam keadaan kenyang, agar mereka dapat meluncurkan serangan panah. Namun, di tengah persiapan, seorang gadis yang diam-diam jatuh cinta pada kepala keamanan Tumenggung berusaha menyusup. Dipenuhi rasa penasaran pada Wulung Ireng, gadis itu nekat menyamar sebagai pria dan bergabung dalam pasukan, meskipun ibunya melarang keras.
Namun, ancaman lain mengintai gadis tersebut. Seorang selir istana berusaha menanamkan kebencian dalam hatinya, mengikatnya dalam intrik yang mematikan. Nyawanya terancam, dan dalam upaya melarikan diri dari jebakan itu, ia malah terjerat dalam konspirasi besar yang tak terduga.
Di sarang Wulung Ireng, pasukan Tumenggung telah siap dengan panah mereka. Gadis yang menyamar ikut di antara pasukan, tanpa disadari bahwa ia adalah gadis yang mencintai kepala keamanan. Ketika Wulung Ireng keluar dari sarangnya, mereka melepaskan panah-panah tajam yang mengoyak langit. Amarah burung raksasa itu pun berkobar, dan ia terbang ke kampung Joko Temon, menyerang dan membawa seorang anak kecil ke udara.
Dalam momen yang menegangkan, dua pengawal laut selatan merasuki tubuh anak tersebut, memberinya kekuatan luar biasa untuk melawan Wulung Ireng. Dengan keberanian tak terbayangkan, anak itu berhasil mengalahkan burung besar tersebut. Namun, tragisnya, ia terjatuh ke sungai dan tak dapat diselamatkan oleh kedua orang tuanya.
Dari kejauhan, Nyi Roro Kidul mengamati kejadian itu, matanya tajam tertuju pada Sang Tumenggung. Ia melihat keserakahan di balik wajah angkuhnya—seorang pemimpin yang gemar mengklaim kemenangan atas usaha orang lain. Dengan hati yang bergejolak, Nyi Roro Kidul berbicara pada pelayan setianya, Condro Manik. Ia hendak memperingatkan Tumenggung atas ambisinya yang membutakan. Namun, seperti biasa, Sang Tumenggung Cokro Nanggolo menutup telinganya pada nasihat bijak, buta oleh nafsu dan keserakahannya yang menggelap.
Информация по комментариям в разработке