REPORTASE RAHADIAN BAGUS PRIAMBODO, MADIUN
SURYA.co.id - Siapa sangka, dibalik rimbunnya hutan di wilayah KPH Saradan terdapat 650 hektare perkebunan Porang atau yang memiliki nama latin Amorphopallus onchopillus.
Sudah puluhan tahun, Porang menjadi komoditas unggulan di Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun.
Wakil Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Pandan Asri Desa Klangon KPH Saradan Hartoyo (60) mengatakan, pada awalnya lahan Porang hanya sekitar empat hektar di Desa Klangon.
"Awalnya hanya empat hektar sekitar tahun 1986, dan terus bertambah hingga sekarang menjadi 650 hektar," kata Hartoyo saat ditemui di rumahnya, Rabu (3/5/2017) siang.
Hartoyo mengaku sebagai orang yang mengenalkan budidaya porang kepada warga Desa Klangon. Sebelum ada budidaya perkebunan porang, warga mengambil porang yang tumbuh liar di hutan.
"Supaya tidak punah, saya mengajak warga untuk melakukan budidaya porang. Ternyata bisa berhasil. Ada seorang warga memiliki satu hektar porang bisa membeli sapi, usai panen. Sejak itu, banyak warga yang tertarik menanam porang," jelasnya.
Hartoyo mengatakan, saat ini terdapat 715 warga di Desa Klangon yang menanam porang di lahan milik KPH Saradan. Warga hanya dimintai retribusi sebesar tujuh persen dari hasil panen setahun sekali oleh pengelola KPH Saradan.
"Retribusi tujuh persen itu tidak hanya masuk ke KPH Saradan saja, tetapi sebagian juga ke kas desa," ujarnya.
Selain menjadi petani porang, sebagian warga juga menjadi buruh di pengolahan porang di tempatnya
Hartoyo mengaku tidak tahu darimana asal usul tanaman porang bisa tumbuh di Madiun. Namun, berdasarkan cerita orangtuanya, porang merupakan peninggalan Jepang.
"Sudah sejak tahun 70-an, porang dibawa ke Jepang. Bahkan, menurut cerita orangtua itu peninggalan Jepang. Kata orangtua jaman dulu seperti itu," ucapnya.
Saat ini, kata Hartoyo, Desa Klangon dan sekitarnya sudah mampu menghasilkan 750 ton porang kering per tahun.
Proses pengelolaan Porang dikerjaan oleh warga setempat mulai penanaman hingga menjadi barang setengah jadi sebelum dikirim ke luar negeri.
Porang yang sudah diolah setengah jadi itu diekspor ke Jepang. Namun, sebelum diekspor, lanjut Hartoyo, porang yang sudah setengah jadi atau sudah dikeringkan dikirim ke Surabaya.
Di pabrik di Surabaya, porang yang sudah kering diolah menjadi beberapa produk, tepung, jelly, mie dan tahu untuk kemudian diekspor ke Jepang.
Kepala Dusun Klangon, Parmo (40) yang sudah sepuluh tahun menanam porang ini mengaku bisa mendapatkan keuntungan bersih Rp 8 juta hingga Rp 9 juta pertahun, setiap kali musim panen.
Ayah dua anak ini mengatakan, meski bukan mata pencaharian atau penghasilan utama, namun kebun porang miliknya bisa menopang perekonomian keluarganya.
Parmo menjelaskan dalam satu hektar lahan bisa menghasilkan enam hingga tujuh ton porang basah. Sebelum dijual ke pengepul, porang dibersihkan, diris tipis dan dikeringkan.
Untuk mengeringkan Porang ini dibutuhkan waktu sekitar tiga hari hingga sepekan, tergantung kondisi cuaca. Ketika cuaca cerah, proses pengeringan bisa cepat begitu juga sebaliknya.
Setelah dikeringkan, porang yang sudah diiris-iris itu menyusut dan warnanya berubah menjadi hitam. Beratnya irisan porang yang sudah kering akan mengalami penyusutan.
"Satu kwintal porang basah, kalau sudah dijemur hingga kering menjadi 17 kg. Tapi juga tergantung kualitas porang. Kalau kualitasnya bagus, penyusutannya tidak terlalu tinggi," jelasnya
Untuk harga jualnya, porang basah dihargai Rp3.000/kg. Sedangkan Porang kering dihargai Rp 29.000/kg hingga Rp 35.000/kg.
Selain menjual porang kering, warga Desa Klangon juga sudah bisa menjual bibit porang.
"Sekarang sudah mampu menghasilkan bibit juga, dijual ke kalimantan. Sekilonya Rp 50 ribu," jelasnya.
Senada dikatakan Sutiyem (58) yang baru sekitar lima tahun menanam porang. Sukiyem mengaku memiliki kebun porang di lahan perhutani seluas satu hektare.
Tanaman sejenis umbi-umbian ini hanya panen sekali dalam setahun, puncaknya sekitar bulan Agustus. Setiap tahunnya, ia mengaku bisa mendapatkan hasil panen sebanyak empat ton.
Ketika sedang tidak musim panen, Sutiyem beralih menjadi buruh di pengolahan porang milik pengepul di desa tersebut. Ibu tiga anak ini mengaku mendapat upah Rp40.000 per hari.(rbp)
e-KORAN GRATIS:
http://surabaya.tribunnews.com/epaper
Iklan dan berlangganan koran SURYA - 0318419000
WEBSITE:
http://surya.co.id
http://suryamalang
FACEBOOK:
/ suryaonline
/ suryamalang.tribun
INSTAGRAM:
/ suryaonline
/ suryamalangcom
Информация по комментариям в разработке