Di bawah langit Madinah yang tenang, di sebuah ru mah sederhana, sejarah Islam mencatat peristiwa yang menggetarkan hati setiap umat Muslim. Rasulullah Muhammad ﷺ, manusia pilihan Allah, sedang terbaring lemah dalam sakit yang semakin parah. Hari-hari berlalu dengan kesabaran dan ketabahan, namun wajah beliau memancarkan keagungan dan ketenangan.
Beberapa hari sebelum wafatnya, Nabi Muhammad ﷺ merasakan tubuhnya semakin melemah. Namun, cinta beliau kepada umatnya tidak pernah pudar. Meski demam tinggi menyerang, beliau tetap berusaha mengimami shalat. Hingga suatu hari, beliau merasa tak sanggup lagi berdiri. Maka, kepada para sahabat, beliau berkata, “Suruhlah Abu Bakar untuk menggantikan aku mengimami shalat.” Perintah ini disampaikan berulang kali, menunjukkan betapa Nabi ingin memastikan umatnya tetap terjaga dalam ibadah.
Hari Senin, 12 Rabiul Awal, pagi itu langit tampak cerah. Di rumah kecil Aisyah r.a., Nabi ﷺ terlihat sedikit membaik. Dengan sisa-sisa kekuatan, beliau membuka tirai kamar dan memandang ke arah masjid. Di sana, para sahabat tengah melaksanakan shalat subuh berjamaah. Senyum lembut terukir di wajahnya. Para sahabat yang melihat beliau berdiri di balik tirai merasa harapan mereka kembali hidup. Namun, senyum itu adalah tanda perpisahan.
Menjelang siang, kondisi beliau memburuk. Dalam pelukan penuh kasih dari Aisyah r.a., Nabi ﷺ memanggil nama Allah berulang kali. Napasnya terengah-engah, namun bibirnya tetap bergerak melafalkan dzikir. Dalam detik-detik terakhir hidupnya, beliau berkata, “Allahumma fir-rafiq al-a‘la,” yang berarti, “Ya Allah, kepada teman yang tertinggi.” Perlahan, kepala beliau terkulai di dada Aisyah. Suasana hening, dunia seakan berhenti berputar. Rasulullah ﷺ telah kembali ke sisi Allah.
Kabar wafatnya Nabi ﷺ menyebar cepat di Madinah. Para sahabat yang mendengar berita ini dilanda duka yang mendalam. Umar bin Khattab r.a., sahabat yang terkenal tegas, berdiri dengan mata berkilat penuh emosi. “Siapa pun yang mengatakan Muhammad telah wafat, akan aku tebas dengan pedangku!” katanya, tidak percaya bahwa sang Nabi telah pergi.
Di tengah kekacauan emosi itu, Abu Bakar Radhiyallahu `anhu, sahabat terdekat Nabi, maju dengan ketenangan yang luar biasa. Ia mengucapkan kalimat yang kemudian menjadi penguat bagi umat Islam:
“Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwa Muhammad telah wafat. Tetapi barang siapa yang menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup dan tidak pernah mati.”
Kesedihan yang mendalam menyelimuti seluruh Madinah. Jenazah Nabi ﷺ dimandikan oleh keluarganya, dikafani dengan sederhana, dan dimakamkan di tempat beliau wafat, di kamar Aisyah Radhiyallahu `anhu. Tempat itu kini menjadi bagian dari Masjid Nabawi, diselimuti oleh doa-doa dari jutaan umat Islam yang datang dari seluruh penjuru dunia.
Wafatnya Nabi Muhammad ﷺ bukan hanya sebuah peristiwa sejarah, melainkan sebuah pelajaran bagi umatnya. Beliau mengingatkan bahwa hidup di dunia ini adalah sementara, dan tugas manusia adalah menjaga amanah Allah serta menjalankan ajaran-Nya. Nabi telah pergi, tetapi cahaya dakwahnya tetap bersinar, membimbing umat Islam hingga akhir zaman.
Bergabung menjadi Member:
/ @muslimstoryid
#kisahislami #kisahnabi #nabimuhammad #sirahnabawiyah #muslimstory
Информация по комментариям в разработке