Скачать или смотреть Jelajah Pesantren Nusantara : Pondok Pesantren Futuhiyyah, Mranggen, Demak, Jawa tengah Indonesia

Pondok pesantren Futuhiyyah sudah berkiprah di bidang pendidikan dan dakwah selama 100 tahun lamanya. Futuhiyyah didirikan oleh KH Abrurrahman Bin Qisidil Haq KIRA-KIRA pada tahun 1900an di desa Mranggen Kabupaten Demak. Lokasi Futuhiyyah hanya berjarak 7 kilo meter dari Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang.
Masyarakat yang menimba ilmu di berbagai lembaga pendidikan di Futuhiyyah saat ini pada umumnya sekaligus mondok di pesantren hingga masa studinya selesai. “Tabarrukan” atau mengharap barokah dari ke-aliman para kyai ternama merupakan tradisi keilmuan pesantren dari masa ke masa. Nama KH. muslih (atau biasa dipanggil Mbah Muslih) yang merpakan putra pendiri dan generasi kedua Futuhiyyah sulit dilepaskan dari nama besar Futuhiyyah. Mbah Muslih yang pada masanya Futuhiyyah mulai bersinar seakan menjadi ikon dengan daya tarik tinggi yang menyedot animo masyarakat dari penjuru Jawa Tengah dan sekitarnya untuk mondok di Futuhiyyah hingga beberapa puluh tahun belakangan.
Ilmu agama yang dapat digali dari Futuhiyyah bersumber dari ratusan kitab kuning yang lazim dibelajarkan di berbagai pesantren besar di seantaro negeri. Dengan kitab kuning yang dibacakan kyai secara tradisional, yakni menggunakan tarjamah bahasa lokal telah mendorong banyak kalangan menggolongkan Futuhiyyah sebagai pesantren “jenis salafiyah”.
Salah satu ciri kesalafan Futuhiyyah ditandai dengan tradisi Futuhiyyah yang letaknya dikelilingi oleh banyaknya nama pondok pesantren di sekitar. Menurut sejarahnya, pondok pesantren yang mengitari Futuhiyyah dahulunya adalah pondokan-pondok atau asrama santri yang dikelola oleh para murid Mbah Muslih karena keterbatasan sarana di pesantren Futuhiyyah itu sendiri. Pondok-pondok itu hingga kini bertahan dengan nama pondok pesantren tersendiri, namun pusat pendidikan formal para santri tetap diselenggarakan oleh yayasan Futuhiyyah. Misalnya pon-pes al Mubarok, al Amin, dan beberapa nama lain.
Karakter salaf, menurut visi Futuhiyyah, adalah identitas santri yang dibangun agar memiliiki kultur akhlakul karimah terlepas dari ilmu atau profesi apapun yang kemudian dipilih dan tekuni santri.
Futuhiyyah sejak kepemimpinan mbah Muslih mulai membuka sekolah dan madrasah modern sejak tahun 1960an dalam rangka merespon tuntutan perkembangan zaman. Sedangkan bekal ilmu agama dikondisikan melalui ngaji kitab kuning yang terus dipertahankan hingga kini.
Futuhiyyah sudah melahirkan para santri yang berprofesi di berbagai bidang keahlian sembari tetap memegang teguh ilmu agama yang menjadi bekal utama titipan para kyai. Tak sedikit sederet nama tokoh nasional saat ini berasal dari bangku sederhana kitab kuning di pesantren ini. Sebut saja Agus Maftuh Abugabril yang saat ini menjadi duta besar Indonesia untuk Saudi Arabia. Juga Novelis Habiburrahman El Syirozi penulis film ayat-ayat cinta, serta sejumlah nama besar lain yang berkiprah di berbagai bidang. Misalnya Al marhum Qodri Azizi mantan Dirjen Pendidikan Islam Kemenag. KH Muhammd Nur Iskandar SQ. Bapak Menristek Dikti muhammad Nasir Menteri pun mengaku pernah mondok puasa Romadho-nan di Futuhiyyah.
#JelajahPesantrenNusantara #Futuhiyyah #MediaKreasiFutuhiyyah