Tari legong dedari kanda pat di Br. Pondok Peguyangan Kaja, Denpasar

Описание к видео Tari legong dedari kanda pat di Br. Pondok Peguyangan Kaja, Denpasar

Berdasarkan wawancara dengan narasumber(Maret, 2023), bahwa Legong Dedari Kanda Pat di Pura Luhur Kanda Pat Sari, Banjar Pondok, Peguyangan Kaja adalah sebuah kesenian yang sejak dulu sudah melekat dalam keseharian kehidupan masyarakat, khususnya warga banjar Pondok. Saat ini tergolong ke dalam seni tari wali, karena dipentaskan di pura terkait upacara keagamaan dan adanya benda seni yang disakralkan oleh masyarakat Banjar Pondok, Peguyangan Kaja, yaitu berupa gelungan dan Sesuhuunan yang berwujud Rangda.
Tarian ini selama kurang lebih 60 tahun tidak pernah dipentaskan. Sesuhunan Rangda tersebut dahulunya merupakan peninggalan leluhur di Pura Luhur Kanda Pat Sari, Banjar Pondok, dimana setelah adanya musibah (grubug) di Banjar Pondok, akhirnya masyarakat memutuskan agar Sesuhunan melinggih (ditempatkan) di Banjar Pondok dari tahun 1953 sampai sekarang, untuk dapat menjaga lingkungan masyarakat agar terhindar dari segala musibah. Menurut Gede Sudiarcana, sejak Sesuhunan ditempatkan di Banjar Pondok, Ayah dari Jero Mangku Sudiarta itulah yang menjadi penari Rangda pertama (atau yang memundut). Tetapi tidak lama kemudian, setelah mundut (menarikan Rangda) beliau meninggal, dan Ida Sesuhunan langsung dilinggihkan lagi (mesineb), dan tidak ada lagi diiringi tarian legong. Sejak saat itu juga tidak ada lagi yang memundut (menarikan Ida Sesuhunan). Sampai akhirnya beberapa tahun lalu ada kejadian-kejadian janggal terjadi di Banjar Pondok, Desa Peguyangan Kaja , dimana Pura Luhur Catur Kanda Pat Sari Pengideran Dewata Nawa Sangha berada, seperti kematian yang berturut-turut, dan adanya niat pencurian di areal Pura Banjar Pondok. Berdasarkan pertimbangan dari Jero Pemangku, para tokoh masyarakat, Penglingsir (para tetua banjar) menyarankan agar para warga masyarakat melakukan persembahyangan bersama memohon petunjuk dari Sesuhunan Ida Ratu Ayu Mas Maketel). Hasil dari memohon petunjuk tersebut akhirnya diputuskan bahwa setiap Piodalan Tumpek Wayang, Ida Ratu Ayu Mas Maketel dihaturkan untuk Mesolah dan diiringi tarian legong. Para penari dipilih dengan berbagai pertimbangan dan diupacarai agar menjadikan legong tersebut sakral dan suci, sehingga dapat mengiringi Ida Sesuhunan ketika mesolah).
Berdasarkan pengalaman yang dialami warga masyarakat Banjar Pondok, Peguyangan Kaja, maka awalnya dipersiapkan pertunjukan tari legong dalam waktu yang cukup singkat, dan untuk sementara tarian yang ditampilkan adalah tari legong, yang dimulai dari pepeson condong sampai pesiat dengan penari burung gagak. Tarian ini ditarikan oleh 12 orang penari wanita menggunakan tata rias dan busana tari condong berwarna merah, dan busana tari legong berwarna hijau. Struktur koreografinya di awali dengan keluarnya 4 (empat) orang penari pada bagian pepeson, kemudian 8 (delapan) orang penari mengikuti pada pepeson legong hingga akhir. Setelah itu pertunjukan dilanjutkan dengan 4 (empat) penari legong mengiringi sesolahan Sesuhunan Ratu Ayu yang berwujud Rangda.
Setelah 60 tahun tari Legong Dedari Kanda Pat ini tidak dipentaskan, akhirnya dipentaskan kembali untuk pertama kalinya pada tahun 2016. Semuanya berjalan dengan lancar tanpa halangan apapun, namun setelah tarian ini dipentaskan kurang lebih 3 (tiga) kali, pada setiap akhir pementasan selalu ada kejadian-kejadian unik, yaitu penari mengalami trance (kerawuhan). Penari legong menunjukkan gerakan yang berulang-ulang, ada yang menyanyi, ada yang berbahasa Cina, sampai mandi ke kolam di areal Pura Kanda Pat Sari. Berdasarkan hal inilah akhirnya tarian ini direkonstruksi untuk dapat mencari dan menyempurnakan bentuk tari Legong Dedari Kanda Pat, atau mendekati aslinya. Sehingga akhirnya tercipta kembali tari Legong Dedari Kanda Pat seperti yang ada sekarang ini sebagai interpretasi dari konsep Kanda Pat dipura tersebut. Jumlah penari Legong Dedari Kanda Pat ini awalnya memang tidak direncanakan, tetapi hanya ditunjuk begitu saja menurut keyakinan Bapak Gede Sudiarcana. Penamaan tari Legong Dedari Kanda Pat terdiri banyak faktor yang pertama dari ciri khas atau keunikan gerak-gerak tari seperti gerak dedari, kedua dari cerita itu sendiri dalam pelakonan penceritaan tari legong, yang dimana sang hyang pasupati tedun kemercepada diiringi oleh legong dedari. Pembagian masing-masing warna busana mejandi 4 bagian itu juga memberikan simbol keseimbangan dari para pelakunya. Warna-warna tersebut terdiri dari merah, kuning, putih, hitam. Ke empat warna tersebut jika dikaitkan dengan ajaran Agama Hindu dan Konsep kanda Pat sari, adalah simbol kepercayaan masyarakat terhadap empat saudara yang diajak lahir ke dunia, para dewa yang berstana di empat penjuru arah mata angin, dan tengah sebagai pusatnya.

Комментарии

Информация по комментариям в разработке