Tambo Minangkabau adalah karya sastra sejarah yang merekam kisah-kisah legenda-legenda yang berkaitan dengan asal usul suku bangsa, negeri dan tradisi dan alam Minangkabau. Tambo Minangkabau ditulis dalam bahasa Melayu yang berbentuk prosa.
Penulisan tambo Minangkabau, pertama kali dijumpai dalam bentuk aksara Arab dan berbahasa Melayu. Sedangkan penulisan dalam bentuk latin baru dikenal pada awal abad ke-20, yang isinya sudah membandingkan dengan beberapa bukti sejarah yang berkaitan.[2] Naskah tambo Minangkabau sebagian besar ditulis dengan huruf Arab-Melayu (huruf Jawi), dan sebagian kecil ditulis dengan huruf Latin. Jumlah naskah yang sudah ditemukan adalah 83 naskah. Judulnya bervariasi, antara lain Undang-Undang Minangkabau, Tambo Adat, Adat Istiadat Minangkabau, Kitab Kesimpanan Adat dan Undang-Undang, Undang-Undang Luhak Tiga Laras, dan Undang-Undang Adat.
Tambo di Minangkabau secara garis besar dibagi dua bagian utama:[3]
Tambo alam, yang mengisahkan asal usul nenek moyang serta tentang kerajaan Minangkabau.
Tambo adat, yang mengisahkan adat, sistem pemerintahan, dan undang-undang tentang pemerintahan Minangkabau pada masa lalu.
Penyampaian kisah pada tambo umumnya tidak tersistematis, sementara kisahnya kadang kala disesuaikan dengan keperluan dan keadaan, sehingga isinya dapat berubah-ubah menurut kesenangan pendengarnya.[3] Namun demikian pada umumnya Tambo Minangkabau adalah karangan saduran, oleh sipenyadur tidak menyebutkan sumbernya sehingga seolah-olah merupakan hasil karyanya. Ada 47 buah tambo asli Minangkabau yang tersimpan di berbagai perpustakaan di luar negeri, 10 diaantaranya ada di Perpustakaan Negara Jakarta, satu sama lainnya merupakan karya saduran tanpa di ketahui nama asli pengarangnya.
Tambo berasal dari bahasa Sanskerta, tambay yang artinya bermula. Dalam tradisi masyarakat Minangkabau, tambo merupakan suatu warisan turun-temurun yang disampaikan secara lisan.[1] Kata tambo atau tarambo dapat juga bermaksud sejarah, hikayat atau riwayat. Maknanya sama dengan kata babad dalam bahasa Jawa atau bahasa Sunda.
Singo Gurun adalah sanggar seni tradisi minangkabau yang berdomisili di Lubuk Lintah Kota padang Sumatera barat, yang dikelola oleh Asmirwan Rasjo Basa, sanggar ini tentunya bergerak dalam bidang seni budaya dan edukasi seni budaya seperti, pencak silat tradisi, randai, saluang, bansi, belajar petatah adat, juga aktif dibidang entertainment lainnya.
Adat Minangkabau terdapat 4 bagian:
Adaik Nan Sabana Adaik. Adat asli yang tidak lapuk oleh panas, tidak lekang oleh hujan. Adat ini berisi ketentuan adat yang bersifat inti dan mencerminkan identitas Minangkabau seperti hukum pewarisan, pembagian tanah ulayat, pengangkatan kepala suku, dll.
Adat Istiadaik. Berisikan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakat.
Adaik Nan Diadaikkan. Berisikan undang-undang beserta hukum yang berlaku.
Adaik Nan Taradaik. Merupakan konsensus atau mufakat bersama dari masyarakat.
Информация по комментариям в разработке