BANTEN DALAM TRI ANGGANING YADNYA DAN ASTA KARANING YADNYA

Описание к видео BANTEN DALAM TRI ANGGANING YADNYA DAN ASTA KARANING YADNYA

   • BANTEN DALAM TRI ANGGANING YADNYA DAN...  
BANTEN DALAM TRI ANGGANING YADNYA DAN ASTA KARANING YADNYA
#YadnyaSebagaiAnggaBhuwana
#BantenSebagaiSimbolTuhan
#BantenSaranaMengonkretkanYangTidakNyata

Di dalam tradisi Hindu di Bali dan Lombok, banten artinya sesajen atau upakara yang digunakan dalam dalam Panca Yadnya. Tidak ada yadnya tanpa banten betapa pun kecil tingkatannya. Banten sebagai persembahan yang dibuat dengan tangan tersirat makna kerja (karma). Dalam pembuatan banten tersusun dari tiga unsur, yaitu: a) mataya banten yang terbuat dari tumbuhan (entik-entikan) seperti daun, bunga, buah, batang; b) mantiga banten yang berasal dari binatang yang lahir dari telur seperti ayam, bebek, angsa, dan lain-lain; c) maharya banten yang berasal dari yang lahir, biasanya diwakili oleh binatang seperti babi, kambing, kerbau, dsb. Semuanya di atas bisa dikelompokkan ke dalam pertiwi (tanah). Dari pertiwi juga diproleh benda/barang logam/metal: besi, perunggu, kuningan, perak, dan emas---dikenal dengan Panca Datu. Bahan-bahan upakara banten juga terbuat dari unsur-unsur Panca Maha Bhuta, di antaranya: a) apah/jala [berupa jenis-jenis cairan: susu/empehan (dari tubuh binatang), brem (fermentasi dari bahan makanan---misalnya beras), arak (hasil dari penyulingan), madu (dari sari bunga), dan air hening (dari tanah)]. Ini semuanya disebut Panca Amertha; b) teja (api, bara api, panas api); c) wayu/bayu (asap) dan e) akasa (ruang kosong). Intinya, sarana upakara (drawya) terbuat dari unsur-unsur Panca Maha Bhuta yang dibuat, diolah, ditata dan digunakan sesuai dengan ketentuan tattwa dengan penuh dedikasi, pengorbanan, bhakti, konsentrasi, kesucian dan keikhlasan. Di dalam lontar Pelutuking Yadnya banten disebutkan sebagai rupaning bhatara, anda bhuwana, dan angganing bhatara. Tri Angga berarti tiga bagian badan (disebutkan dari atas ke bawah): kepala, badan, dan kaki. Jadi, ada banten tertentu yang dimanifestasi sebagai hulu (kepala); ada yang di angga (badan), dan yang di suku (kaki). Melalui banten, yang dipuja hadir secara sakala. Hal ini dilakukan untuk mendekatkan diri/memantapkan hati dan pikiran di dalam memuja/menghubungkan diri dengan Tuhan. Di sini ada upaya mengkonkretkan yang abstrak atau men-sakala-kan yang niskala agar mudah bisa dirasakan/dipahami oleh penyembah (bhakta). Tuhan bersifat/berhakikat niskala, nirupa, nirguna, nirwikara, dsb yang serba gaib. Dengan banten, beliau dibuat sakala mempunyai bentuk-bentuk. Banten juga menyimbulkan Anda Bhuwana: Tri Bhuwana. Contoh: banten daksina, sarad, dsb. Lalu apa itu Asta Karaning Yadnya ? Apakah ada hubungannya dengan Tri Angganing Yadnya? Asta karaning yadnya artinya delapan jenis upakara (banten) yang diposisikan pada anggota badan di dalam Tri Angga. Banten sebagai simbol. Disebutkan dari atas (hulu) ke bawah, sbb: Bhuwana Alit: a. Kepala (hulu) - huluning yadnya: banten daksina, pejati, atau suci; b. Leher (gulu)-guluning yadnya: banten gebogan; c. Tangan (tanganing yadnya): banten jerimpen; d. Dada kiri (angganing yadnya-kiwa) : banten pengambean; e. Dada kanan (angganing yadnya-tengen): banten peras dan soda; f. Ulu hati (hredayaning yadnya): banten dapetan; g. Perut (garbaning yadnya): banten sesayut dan tebasan, dan h. Kaki (sukuning yadnya): banten caru atau segehan. Dalam konteks Bhuwana Agung: a. Alam kedewatan (Ida Sang Hyang Widhi): banten pejati; b. Prana bhuwana agung : banten gebogan, dan c. Kekuatan acetana atau samudra: banten pengambean; d. Cetana atau gunung: banten peras lan soda; e. Surya lan Candra: banten jerimpen; f. Uriping jagat: banten dapetan; g. Hukum Rta alam semesta: banten tebasan lan sesayut; dan h. Pertiwi lan akasa : banten segehan lan caru. Ringkasnya di kepala: banten daksina dan banten gebogan; di badan: banten pengambeyan, banten peras dan soda, banten jerimpen, banten dapetan, banten sesayut dan tebasan; dan di kaki: banten caru atau segehan. Lalu bagaimana hubungan banten dengan puja/mantra ?
Banten dan mantra sangat erat hubungannya; keduanya harus hadir dalam sebuah upacara; artinya, penggunaannya belum dapat berfungsi sebagaimana mestinya jika belum di-uncar-kan mantra yang sesuai oleh pendeta yang berwenang atau bertugas. Dengan kata lain: agung-alit banten manut mantra. Tidak boleh menguncarkan mantra tanpa banten (dalam konteks upacara yadnya). Jadi, banten dan mantra harus sesuai. Hal ini sesuai dengan banten sebagai yantra sebagai manifestasi Tuhan/Dewa. Yantra akan menjadi manfestasi Tuhan setelah melalui tahapan /prosesi penyucian melalui penguncaran mantra.

Bagaimana penjelasan selanjutnya, silahkan simak sesuluh Yudha Triguna melalui Yudha Triguna Channel pada Youtube, juga pada Dharma wacana agama Hindu.

Untuk mendapatkan video-video terbaru silahkan Subscribe

https://www.youtube.com/channel/UCB5R

Facebook: www.facebook.com/yudhatriguna

Instagram:   / yudhatrigunachannel  

Комментарии

Информация по комментариям в разработке