Sufi Atau Shufi, Kapan Dan Bagaimana Tahap Kemunculannya
SUFI ATAU SHUFI; KAPAN DAN BAGAIMANA TAHAP KEMUNCULANNYA PENDAHULUAN
Oleh :
Dr. Fahd bin Sulaiman al-Fuhaid
Benarkah tasawuf merupakan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sudah muncul semenjak zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Atau benarkah merupakan amaliyah para Shahabat x dan sudah muncul semenjak zaman mereka ? Jika memang demikian, tentu ada riwayatnya dan sudah tercatat dalam sejarah. Tentu pula istilah tasawuf dan sufi (menurut lidah dan ejaan bahasa Indonesia), atau tashawwuf dan shûfiy (menurut ejaan dan lidah bahasa Arab) tidak akan diperdebatkan oleh Ulama tentang akar kata kalimat tersebut. Pada kenyataannya, tidak ada satupun riwayat shahîh yang menerangkan kalimat tersebut. Bahkan riwayat dha’îf pun tentang kalimat itu sulit dicari. Bahkan ditinjau dari sisi bahasa Arab pun, para Ulama berselisih pendapat tentang asal mula kata tersebut. Maka ini tentu menunjukkan bahwa kata sufi dan tasawuf tidak memiliki akar kata yang jelas dalam bahasa Arab. TAHAP-TAHAP MUNCULNYA TASHAWUF DAN SHUFI Tahap Pertama. Menurut para peneliti sejarah, benih-benih ajaran sufi (atau shûfiy) mulai muncul pada zaman Tâbi’în, tanpa nama dan istilah-istilah khusus. Dilakukan oleh sebagian ahli ibadah yang pernah berjumpa dengan sebagian Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Waktu itu mereka dikenal sebagai Nussâk (ahli ibadah), zuhhâd (orang-orang zuhud), orang-orang yang gampang menangis, orang-orang alim, ahli taubat dan sebutan lain yang senada. Intinya orang-orang yang dikenal bersifat ahli ibadah, ahli zuhud dan memutuskan diri dari urusan duniawi, khususnya ahli ibadah di Irak, Kufah dan Bashrah. Sebab terlihat pada diri orang-orang tersebut tanda-tanda sikap berlebihan dalam mengekang diri dan dalam menambah-nambahkan apa yang tidak ada pada para Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dr. Fahd bin Sulaiman al-Fuhaid, penyusun Kitab Nasy’atu Bida’i ash-Shufiyah, menukil dialog antara Bard, seorang bekas budak Sa’id bin al-Musayyib rahimahullah , dengan bekas majikannya (Sa’id bin al-Musayyib rahimahullah), dari Kitab Thabaqat Ibni Sa’d V/135. Bard berkata kepada Sa’id, “Aku lihat betapa bagus apa yang mereka perbuat.” Sa’id bertanya, “Apa yang mereka perbuat ?” Bard menjawab, “Aku lihat seseorang di antara mereka shalat Zhuhur, kemudian ia terus membariskan kedua kakinya sambil shalat hingga datang waktu Ashar.” Sa’id rahimahullah berkata, “Aduhai celaka engkau hai Bard, ketahuilah demi Allâh Azza wa Jalla ! Hal yang demikian itu bukanlah ibadah ! Sesungguhnya ibadah itu tidak lain adalah menghayati dan menjalankan perintah Allâh Azza wa Jalla serta menahan diri untuk tidak melanggar apa-apa yang diharamkan Allâh Azza wa Jalla .” Itulah kemunculan tahap awal bagi tasawuf. Dan pada tahap ini, belum ada bid’ah dalam arti teoritis dan belum ada perdebatan ilmiyah tentang mereka. Demikian pula, belum ada lambang-lambang atau istilah-istilah tertentu bagi mereka. Merekapun tidak membuat istilah atau bahasa-bahasa khusus bagi dirinya. Lebih penting lagi, mereka pada saat itu belum menggunakan nama tertentu. (Yang ada waktu itu adalah sikap berlebihan dalam mengekang diri dan dalam menambah-nambahkan apa yang tidak ada pada para Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Sebagaimana telah dikemukakan di atas-pen.) Tahap Kedua. Tersebarnya sebutan Tasawuf dan Sufi. Terdapat perbedaan pendapat tentang kapan dan siapa yang pertama-tama mencetuskan nama sufi atau menamakan diri sebagai sufi. Ada yang mengatakan bahwa orang yang pertama kali dikenal sebagai sufi adalah Abu Hâsyim al-Kûfi, wafat di Syâm setelah pindah dari Kûfah pada tahun 150 H atau 162 H. Sebagian ahli sejarah yang lain menyebutkan bahwa Abdak, singkatan dari Abdul Karim, (wafat 210 H) adalah yang pertama-tama menyebut diri sebagai sufi. Dr. Fahd kemudian menukil pernyataan seorang Ulama Syâfi’iyah bernama Muhammad bin Ahmad al-Malthi as-Syâfi’i yang menyebutkan dalam kitabnya, at-Tanbîh wa ar-Raddu ‘ala Ahli al-Ahwâ’ wa al-Bida’, bahwa Abdak adalah pemimpin salah satu firqah di antara firqah-firqah zindiq. Muhammad al-Malthi selanjutnya menyebutkan dalam kitabnya itu bahwa di antara ciri firqah ini adalah mengharamkan semua apa yang ada di dunia kecuali makanan pokok. Dan dunia semuanya tidak halal kecuali jika dengan kepemimpinan seorang Imam yang adil. Bila tidak ada imam yang adil, maka dunia itu semuanya haram, begitu juga bermu’amalah dengan penghuninyapun haram. Nama dari golongan ini adalah al-‘Abdakiyah, sebab Abdak-lah yang telah meletakkan asas ajaran ini bagi mereka, dialah yang mengajak mereka untuk mengikuti ajaran ini dan memerintahkan untuk mempercayainya.
Referensi: https://almanhaj.or.id/4055-sufi-atau...
#simbolcapalnabi #sufitasawuf #mengenalsunnah
Информация по комментариям в разработке