Rwa Bhineda

Описание к видео Rwa Bhineda

   • Rwa Bhineda  
Rwa Bhineda
#Dualitas
#Dualisme
#Rwa Bhineda

Dalam Hindu diyakini dua hal yang berbeda ini selalu ada ibarat baik-buruk, dharma-adharma, siang-malam. Menurut Siwa Tattwa misalnya, Wrehaspati Tattwa, Tattwa Jnana, Bhuwana Sang Ksepa, dsbnya, yang sangat dipengaruhi pemikiran Sangkhya (Sangkhya Darsana), ada dua realitas awal yang bertanggunga jawab atas terciptanya dunia dengan segala isinya, yaitu Cetana dan Acetana. Cetana prinsip kesadaran (purusa), sementara Acetana prinsip kebendaan atau material atau ketidak sadaran (prakerti). Semua Tattwa berkembag dari Prakrti mulai dari citta, buddhi, ahamkara, manas, Panca Tan Matra, Dasendriya, dan Panca Mahabhuta. Cetana juga dikenal dengan Siwa tattwa; sementara Acetana dikenal dengan Maya Tattwa. Menurut Sangkhya, Cetana dan Acetana tidak ada yang menciptakan, di antara keduanya, tidak saling menciptakan; keduanya suksma (halus), gaib, sama-sama tinggi; namun mempunyai hakikat yang berbeda. Di dalam Siwa Tattwa yang diwarisi di Indonesia, Cetana menciptakan Acetana, oleh karena itu Acetana dikuasai oleh Cetana, atau Acetana di atasi oleh Cetana. Jika keduanya sama-sama berdiri sendiri tidak akan ada penciptaan apapun. Lalu, karena ada niat untuk menciptakan dunia, untuk memberikan kesempatan kepada roh-roh untuk memperbaiki dirinya, maka keduanya bertemu (samyoga), lahirlah tattwa-tattwa. Disebutkan dari pertemuan tattwa-tattwa: Cetana dengan Acetana lahir purusa dan pradhana, dari pertemuan purusa dengan pradhana lahirlah citta, dari citta lahir buddhi, dari buddhi lahir ahangkara, dari ahangkara lahir Ekadasaindriya dan Panca Tan Matra, dari Panca tan Matra lahir dunia yang disebut Panca Maha bhuta, dari jagat lahirlah manusia. Dengan kata lain evolusi terjadi mulai dan melahirkan tattwa yang paling halus mulai yaitu Citta hingga yang paling kasar (sthula), yaitu pertiwi. Dunia dibangun oleh tattwa akibat berevolusi dari halus hingga kasar. Membaca undagan-undagan tattwa di dalam Siwa Tattwa, dari yang paling tinggi /halus (suksma) hingga yang paling bawah/kasar (sthula), semuanya berkumpul pada pertiwi, pertiwi sebagai pupulaning sarwa tattwa (kumpulan semua tattwa). Semuaya ada di pertiwi, semua lahir dari pertiwi, semuanya bergantung pada pertiwi. Pertiwi memberikan segalanya kepada manusia. Ketika Cetana dan Acetana bertemu, kesadaran Cetana mulai berkurang. Pada saat ini Cetana dalam wujud Sada Siwa Tattwa memiliki sakti (Cadu Sakti) sehingga bisa melaksanakan fungsi-fungsi kosmis: Utpheti, Sthiti dan Pralina. Ketika unsur Cetana dan Acetana bertemu, yaitu ketika berwujud Sada Siwa Tattwa, beliau berwujud dikenal dengan Ardha Nareswari (setengal laki setengah perempuan), berwujud sakala-niskala. Beliau disthnakan/dipuja di Padmasana, yang sesungguhnya wujud dari Asta sakti/Asta aiswarya: Anima, Laghima, Mahima, Prapti, dsb. Alam dan manusia terbentuk oleh dua unsur pokok: cetana dan acetana maupun purusa dan prakrti/pradhana. Prakrti ini ada dua jenis, yang halus (suksma sarira) yang kasar (sthula sarira). Unsur konstituen dasar Prakrti adalah Tri Guna: Sattwan, Rajas, dan Tamas. Ketika seseorang tidak bisa lepas dengan kekuatan sendiri, diperlukan bantuan jnana dalam pelaksanaan yadnya, yaitu pitra yadnya. Sawa Wedana mengembalikan unsur stula sarira ke asalnya; Atma Wedana mengembalikan unsur suksma sarira ke asalnya. Ketika sudah lepas dari belenggu/cengkaraman kedua sarira tersebut, maka sang diri (roh/atma) dengan sendiri bersih kembali ke jati dirinya. Lalu Bagaimana kita memandang Rwa Bhineda di dalam kehidupan? Rwa Bhineda suatu keniscayaan tidak ada yang bisa menolak dan menghindarinya, karena memang terbentuk alam dan juga manusia terbentuk oleh 2 unsur ini. Dunia ini berlangsung karena adanya dua unsur ini, jika salah satunya tidak ada maka tidak sempurna, bahkan tidak mungkin kehidupan berlangsung. Rwa Bhineda meresapi segalanya dari asek metafisika hingga fisika. Dalam tatanan teologis, rwa bhineda dikonkretisasi menjadi Siwa vs Parwati, Brahma vs Saraswati, Wisnu vs Laksmi, Shakta vs Shakti, dsb. Dalam tataran kehidupan manusia, laki-laki (purusa) Versus wanita (pradhana). Dalam tataran ritual (yadnya) sarana banten melambangkan purusa-pradhana misalnya Dewa-Dewi, Bhuta-Bhuti, porosan silih asih, cili (pada lamak, dsb.), akasa vs pretiwi, pura dalem vs pura puseh, gunung (giri) vs laut (sagara, ukir), dsb. Dalam bidang aksara, disebutkan aksara rwa bhineda, Ang Versus Ah. Dalam dunia pengetahuan dikenal apara widya (samyagjanana) pengetahuan untuk pembebasan dan pengetahuan hidup atau para widya.

Bagaimana penjelasan selanjutnya, silahkan simak sesuluh Yudha Triguna melalui Yudha Triguna Channel pada Youtube, juga pada Dharma wacana agama Hindu.
Untuk mendapatkan video-video terbaru silahkan Subscribe

https://www.youtube.com/channel/UCB5R

Facebook:
www.facebook.com/yudhatriguna

Instagram:
  / yudhatrigunachannel  

Website:
https://www.yudhatriguna.com


Agama, Pedharmawacana

Комментарии

Информация по комментариям в разработке