KEUTAMAAN API TAKEPAN

Описание к видео KEUTAMAAN API TAKEPAN

   • KEUTAMAAN API TAKEPAN  
KEUTAMAAN API TAKEPAN
#MengapaMenggunakanApi
#ArtiPentingApiTakepan
#PemujaanKepadaDewaAgni

API TAKEPAN adalah api yang dihidupkan pada kulit kelapa kering dan ditutup dengan kulit kelapa kering pula. Dalam ritual Hindu, acapkali digunakan api dalam bentuk dupa, pasepan, dan api takepan sebagai salah satu sarana persembahyangan. Mengapa menggunakan api dan apa maknanya ? Semua bentuk penggunaan api, baik api pasepan, api dalam dupa, dan api dalam takepan, sesungguhnya sebagai bentuk pemujaan kepada Dewa Agni (Dewa Api), sebagai bentuk aktivitas yang sangat tua. Bahkan di dalam Reg Veda dinyatakan api sebagai bagian utama dalam semua aktivitas keagamaan, itu dilaksanakan juga pada masyarakat Hindu Nusantara dan Bali khususnya. Oleh karena itu, tradisi di Bali juga base on Veda, dilihat dari kedudukan api (dupa, pasepan, dan api takepan) sebagai pemujaan kepada Agni. Ada dua bentuk pemujaan kepada Agni, pertama pemujaan kepada Agni sebagai Duma Ketu yang dipuja dalam bentuk asap, bukan dalam bentuk apinya. Pemujaan kepada Duma Ketu terlihat jelas pada penggunaan pasepan, karena yang dipentingkan adalah asapnya, bukan apinya yang membara. Nama Duma Ketu berasal dari dua kata, yakni Duma berarti asap dan ketu berarti mahkota. Jadi Duma Ketu berarti pemujaan kepada Dewa Agni dalam wujud asap api. Bentuk kedua pemujaan kepada Dewa Agni disebut dengan Uja Wala Gni, pemujaan kepada Dewa Agni dalam bentuk api yang membara, seperti yang digunakan pada beberapa banten, seperti pengesang lara dan gninglayang, yang apinya harus menyala, bukan asapnya. Lalu pemujaan api di Bali itu dilaksanakan untuk apa ? Di dalam kitab Sarasamuccaya dinyatakan tentang tiga jenis api (traya gni), yaitu gni saat menikah (greastha gni), gni saat memasak di dapur, dan gni ketika melaksanakan pembakaran mayat. Ketiga jenis api (gni) penting dalam agama Hindu. Selanjutnya, pentingnya kedudukan dan fungsi api dalam Hindu di Bali juga dinyatakan secara detail dalam teks Pratimakosa mengelompokkan atas empat jenis api, yaitu: 1) Pitri-otri, api berfungsi sebagai pembersihan diri bagi umat sebelum melakukan pememujaan kepada Ida Hyang Widhi Wasa. Itu sebabnya sebelum melaksanakan persembahyangan, biasanya didahului dengan natab dupa, tujuannya agar tubuh ini dibersihkan oleh media api (Agni); 2) Api difungsikan sebagai Jata Weda, sebagai yang maha mengetahui, sebagai saksi. Itulah sebabnya di Bali dikenal dengan triodasa saksi, yang salah satunya adalah Surya dan juga api. Itulah sebabnya api sebagai Jata Weda penting artinya sebagai Dewa yang maha mengetahui sekaligus sebagai saksi dari prosesi ritual yang dilaksanakan; 3) Api berfungsi sebagai Awiya Wahanam, sebagai pengantar weda mantra. Di dalam kitab Agastya Parwa dengan jelas dinyatakan bahwa asap api (dupa, pasepan, takepan) itu berfungsi sebagai media meneruskan setiap puja dan puji sekaligus juga permohonan. Itu sebabnya umat, sang ekajati dan Sang Dwijati ketika melakukan pemujaan menggunakan api, agar seluruh doa diantarkan kepada yang maha kuasa; dan yang ke 4) api difungsikan sebagai Jualanam, api berfungsi sebagai pembakar segala penyakit dan atau kekotoran batin. Dalam fungsi sebagai pembakar sebagai bentuk penyakit, unsur api acapkali digunakan dalam praktek usadha. Atas dasar empat fungsi ini, maka api dalam bentuk api yang membara acapkali digunakan dan atau dipraktekkan untuk membakar berbagai penyakit dan unsur-unsur negatif atau fungsi Jualanam. Makanya dalam ritus pengelukatan ada namanya banten pengeseng lara, menggunakan kapas digiling dicelupkan pada minyak, lalu dibakar dan ditatab oleh seseorang yang sedang melakukan ritual pembersihan. Selanjutnya ketika api dalam wujud asap atau Duma Ketu berfungsi untuk mengantarkan doa-doa serta pengharapan kita kepada para leluhur, Dewa-Dewi, dan Tuhan. Api takepan menghadirkan api yang membara, dengan demikian api takepan ini lebih memenuhi fungsi Jualanam, membersihkan sebagai mala, pengaruh negatif, dan sakit non medis. Dalam tradisi ritus keagamaan Hindu di Indonesia, teristimewa di Bali kedua bentuk itu (Duma Ketu dan Uja Wala Gni) digunakan secara simultan. Artinya, tradisi Hindu di Bali menempatkan Dewa Agni sebagai yang Maha, sebagai Saksi atas berbagai aktivitas keagamaan, dan juga sebagai pembersih diri, alam, dan lingkungan. Melalui Dewa Agni, puja dan matra diteruskan dan juga diri dan alam semesta dibersihkan dari pengaruh leteh dan kotor. Tradisi Bali menempatkan api takepan sebagai fungsi Jualanam, untuk membersihkan diri dan lingkungan. Apa takepan tidak saja penting, tetapi sangat bermakna.

Bagaimana penjelasan selanjutnya, silahkan simak sesuluh Yudha Triguna melalui Yudha Triguna Channel pada Youtube, juga pada Dharma wacana agama Hindu.
Untuk mendapatkan video-video terbaru silahkan Subscriberikolo

https://www.youtube.com/channel/UCB5R

Facebook:
www.facebook.com/yudhatriguna

Instagram:
  / yudhatrigunachannel  

Website:
https://www.yudhatriguna.com

Комментарии

Информация по комментариям в разработке